Dari sudut malam ini, pikiranku jatuh bersama titik cahaya yang redup perlahan. Saat remangnya cahaya masa depan masih coba ku urai dengan percaya juga tujuan yang kuduga sama, saat jemariku canggung menghitung ragu dan gusar pada tiap simpang. Dengan rakit, pikiranku sibuk menelusuri ingatan sejelas-jelasnya bahwa “kita mampu”. Perjalanan kita amatlah jauh. Jangan sampai lelah menjadi alasan sebuah purna. Saat jarak tak ada makna berarti selain angka mati, sedang rinduku adalah harapan mewujud cahaya lilin.
Selain nafas, ada tentangmu yang tak dapat lepas. Tentang kata yang dihadirkan waktu. Dan rindu menjadi anak gelandangan di kota mati, sedang kenangan adalah hantu gentanyangan. Mereka selalu menemukan waktu yang tepat untuk -mengusik- meminta menakuti. Aku tidak ingin berprasangka akan hal yang tidak aku ketahui kenyataannya. Karena semakin aku mencari, semakin aku takut untuk menghadapi kenyataan bahwa dugaanku benar. Perihal tidak ada yang cuma-cuma segalanya butuh pengorbanan dan perjuangan-meski itu tenaga sekalipun.
Aku masih disini, bersama jarak yang tidak pernah absen untuk hadir. Walaupun lelah sungguh namun baginya kamu adalah tujuan doa-doanya dialunkan. Aku bahagia. Kamu sebab kebahagiaanku. Maka yang terjadi adalah ketika semua keresahan atau bahkan rasa rindu datang-tak akan lagi mulutku beradu cemas memintamu menjawab atas pertanyaan “bagaimana, dimana, kemana, dengan siapa”. Kuhidmati semuanya dengan lebih tenang. Meskipun aku telah lama mengadu tentang rindu yang malu-malu, aku tidak akan mengemis-atau bahkan meminta egoku sendiri yang sedang bergeming. Meski aku tahu, tidak ada yang bisa kutitipi rindu sebanyak ini.
Akan kubiarkan dirimu di sana. Membuatku semakin rindu melalui banyak tanda tanya atau lebih seperti doa, yang dibisikkan diam-diam. Hingga perlahan aku akan belajar berbesar hati pada kenyataan yang tidak selalu menyenangkan, karena itu adalah kekayaan yang tidak banyak disadari. Kini, aku lebih belajar meredam egoku sendiri. Menyimpannya baik-baik, sampai suatu hari dia akan berbicara sendiri. Selama kekasihku bahagia,akan kubiarkan dia bahagia. Membiarkan cinta untuk tidak selalu berbunyi “iya”, atau bunyinya “tidak”. Atau bahkan tidak berbunyi sama sekali, kecuali air mata yang mulai berkubang dan do'a baik dalam hati yang mulai ramai diucapkan. Kubiarkan dirimu tersenyum, meski lengkungnya tidak membuatmu seketika begitu. Biarkan aku tahu, dirimu hanya boleh memilih bahagia, kekasih.
No comments:
Post a Comment